Selasa, 31 Maret 2015
RECIPROCAL TEACHING


ACUAN TEORITIK
A.
Deskripsi
Teoritik
1.
Model Pembelajaran Reciprocal Teaching
a. Pengertian Belajar
Kegiatan
belajar sering kita artikan sebagai proses mencari ilmu dengan harapan menjadi pribadi yang pintar dan mampu
mengubah cara hidup yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution dalam Hamzah
dan Nurudin (2011: 141) yang mengatakan belajar
adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu baik aktual
maupun potensial, perubahan itu pada dasarnya didapatkanya kemungkinan baru
yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Winkel (1997:193)
berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah
saja, namun dapat dilakukan dimana-mana, seperti di rumah ataupun dilingkungan
masyarakat. Irwanto (1997:105) berpendapat belajar merupakan proses perubahan dari belum
mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Menurut Wina Sanjaya (2006:112), belajar adalah proses mental yang terjadi pada diri seseorang
sehingga munculnya perubahan perilaku. Di dalam belajar,
siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut
Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998:231) : “Belajar yang sebaik-baiknya
adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar
mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera
pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”
|
Berikut ini
adalah definisi tentang belajar menurut
para ahli:
1.
Hamzah
dan Nurudin (20011:139), belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari latihan pengalaman individu akibat interaksi
dengan lingkunganya.
2.
Menurut
Witherington dalam Eti Nurhayati (2011: 91) berpendapat bahwa, “belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola
respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan
percakapan”.
3.
Menurut
Azhar Arsyad (2003:1) mengemukakan, belajar adalah suatu proses yang kompleks
yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu
terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkunganya. Oleh
karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.
Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi
perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas
(Muhibbidin Syah, 2000:116) antara lain :
a.
Perubahan Intensional
Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau
praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari
bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan
dan keterampilan.
b. Perubahan
Positif dan aktif
Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi
kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang
lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi
karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.
c. Perubahan
efektif dan fungsional
Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan
manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya
perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan
perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap
serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
b.
Pembelajaran Matematika
Banyak definisi
para ahli menyangkut pengertian pembelajaran, diantaranya adalah Menurut Dimyati
dan Mudjiono dalam M.sobry (2007:33) mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan
yang ditujukan untuk membelajarkan siswa.
Menurut Hamzah
B. Uno dan Nurdin (2011:142) Pembelajaran diidentikkan dengan kata “mengajar”
berasal dari kata “ajar” artinya petunjuk
yang diberikan kepada seseorang supaya diketahui (dituruti)
ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi pembelajaran yang berarti
proses, perbuatan, cara mengajar, atau mengajarkan sehingga anak didik mau
belajar. sedangkan menurut Winkel dalam Eviline Siregar dan Hartini (2011:12)
mendefinisikan pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan menghitung kejadian-kejadian ekstrem
yang berperanan terhadap rangkaian-rangkaian kejadian-kejadian intern yang
berlangsung dialami siswa.
Adapun
ciri-ciri pembelajaran adalah sebagai berikut: (Eviline Siregar dan Hartini,
2011:13)
1.
merupakan
upaya sadar dan disengaja
2.
pembelajaran
harus membuat siswa belajar aktif
3.
tujuan
pembelajaran harus di tetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
4.
pelaksanaanya
terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
Berdasakan
definisi pembelajaran dan ciri-ciri pembelajaran tersebut, sudah
seharusnya pembelajaran matematika dirancang dan ditetapkan sebelum proses
pembelajaran berlangsung, karena matematika merupakan suatu pembelajaran yang
menggunakan unsur-unsur logika dan intuisi.
Sejalan dengan
pendapat Hamzah B. Uno (2009:192) matematika adalah suatu bidang ilmu yang
merupakan alat pikir atau alat untuk memecahkan berbagai persoalaan, unsur-unsur
logika, intuisi dan analisis. Sedangkan menurut Kolb dalam diah (2012: 9) mendefinisikan pembelajaran
matematika sebagai proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan
oleh siswa itu sendiri melalui transformasi. Hal ini sejalan dengan Hamzah B.
Uno (2009:130) yang mengatakan bahwa hakikat belajar matematika adalah suatu
aktifitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol
kemudian diterapkan dalam situasi nyata.
Dalam proses belajar mengajar matematika, seorang siswa tidak dapat
mengetahui jenjang yang lebih tinggi tanpa melalui dasar atau hal-hal yang
merupakan prasyarat dalam kelanjutan program pengajaran selanjutnya. Untuk
mempelajari matematika dituntut kesiapan siswa dalam menerima pelajaran,
kesiapan yang dimaksud adalah kematangan intelektual dan pengalaman belajar
yang telah dimiliki oleh anak, sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi
siswa.
Hudoyo (1988: 4) berpendapat bahwa “belajar matematika yang terputus-putus
akan mengganggu proses belajar “. Pendapat serupa dikemukakan Russeffendi (1988
: 25) bahwa belajar matematika bagi seorang anak merupakan proses yang kontinu
sehingga diperlukan pengetahuan dan pengertian dasar matematika yang baik pada
permukaan belajar untuk belajar selanjutnya. Proses belajar matematika haruslah
diawali dengan mempelajari konsep-konsep yang lebih mendalam dengan menggunakan
konsep-konsep sebelumnya atau dengan kata lain bahwa proses belajar matematika
adalah suatu rangkaian kegiatan belajar mengajar dalam interaksi hubungan
timbal balik antara siswa dengan guru yang ber-langsung dalam lingkungan yang
ada disekitarnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Dengan
demikian, untuk dapat menguasai materi pelajaran matematika pada tingkat
kesukaran yang lebih tinggi diperlukan penguasaan materi tertentu sebagai
pengetahuan prasyarat. Penguasaan yang tinggi akan dapat dimiliki siswa
dalam mempelajari matematika bila guru tidak hanya menuntut siswanya untuk
menghafal rumus saja, tetapi lebih penting adalah memberikan pemahaman yang
penuh terhadap konsep-konsep yang disampaikan.
Berdasarkan penjelasan tentang
definisi di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran
Matematika adalah proses dalam diri siswa yang hasilnya
berupa perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan dan untuk menerapkan
konsep-konsep, struktur dan pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa
berfikir logis, kreatif, sistematis dalam kehidupan sehari-hari
c.
Hakikat Model Pembelajaran
Model
Pembelajaran pada hakekatnya mengarahkan pendidik dalam merancang pembelajaran
guna membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2011:51)
bahwa:
Model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Maksud dari
kutipan tersebut adalah bahwa setiap model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perangcang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran.
Menurut Arends
sebagaimana dikutip oleh Trianto (2011:54) model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran.
tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran lingkungan pembelajaran, dan pengelolahan kelas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Joyce dan Weil dalam Trianto (2011:54) bahwa setiap
model mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta
didik sedemikian hingga tujuan pembelajaran tercapai.
Model
Pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas sebagaimana yang di jelaskan oleh Agus Suprijono
(2009:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan
termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. sehingga
model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
Sementara itu, Hamzah
(2009:85) mengemukakan perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel
pembelajaran. Inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode
pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Desain
pembelajaran diupayakan mencakup semua
variabel yang berpengaruh dalam pembelajaran. Ada tiga variabel pembelajaran
menurut Hamzah (2009:87) adalah sebagai berikut
a.
Kondisi
pembelajaran mencakup semua variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh
perencana pembelajaran dan harus diterima apa adanya. Variabelnya antar lain
tujuan pembelajaran, karakteristik bidang study,dan karakteristik siswa.
b.
Variabel
metode pembelajaran mencakup semua cara yang dapat dipakai untuk mencapai
tujuan pembelajaran dalam kondisi tertentu. Variabelnya antar lain strategi
pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan strategi
pengelolaan pembelajaran.
c.
Variabel
hasil pembelajaran mencakup semua akibat yang muncul dari penggunaan metode
tertentu pada kondisi tertentu, seperti keefektifan pembelajaran, efisiensi
pembelajaran dan daya tarik pembelajaran
Jika hal ini
bisa dilakukan dengan baik, maka sasaran ahir dari pembelajaran adalah
terjadinya kemudahan belajar siswa dapat dicapai. Karena dengan desain
pembelajaran, setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru telah terencana dan guru
dapat dengan mudah melakukan kegiatan pembelajaran.
d.
Model Pembelajaran Reciprocal Teaching
Menurut Nur dan
Wikandari dalam Triatno (2011: 173) mengatakan Pembelajaran Reciprocal
Teaching merupakan suatu
pendekatan konstruktivis yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan/
pengajuan pertanyaan, dimana keterampilan-keterampilan metakognitip diajarkan
melalui pengajaran langsung dan pemodelan oleh guru untuk memperbaiki kinerja
membaca siswa yang membaca pemahamanya rendah. Menurut Trianto (2011: 96) menuliskan pengajaran
Reciprocal Teaching adalah guru
mengajarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan
menciptakan pengalaman belajar, melalui pemodelan perilaku tertentu dan turut
membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan
pemberian semangat dan dukungan.
Salah satu
cara yang dapat ditempuh guru untuk mengoptimalkan model pembelajaran terbalik
khususnya pada kelas besar dengan mengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok
kecil. Suasana belajar dalam kelompok dapat membantu siswa untuk saling
memberikan umpan balik diantara anggota kelompok. Selain itu, belajar
berkelompok merupakan aspek penting dalam proses mengkonstruksi pengetahuan
karena dapat membuka peluang untuk terjadinya tukar pendapat, mempertahankan
argumentasi, negosiasi antar siswa atau kelompok, sehingga memancing siswa
berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
Seperti menurut Wingkel
(1999: 291) bahwa keuntungan dari bekerja atau belajar dalam kelompok adalah:
1.
Mengolah materi pelajaran secara lebih mendalam
dan menerapkan hasil belajar, yang telah diperoleh dengan bekerja atau belajar
secara individual pada problem atau soal yang baru.
2.
Memenuhi kebutuhan siswa untuk merasa senang
dalam belajar dan termotivasi dalam belajar.
3.
Memperoleh kemampuan untuk bekerjasama (social
skills).
Oleh karena itu, dalam
model pembelajaran terbalik siswa melakukan empat strategi penting yaitu
merangkum, membuat pertanyaan dan jawaban, memprediksikan dan menjelaskan
kembali. Peran guru dalam pembelajaran ini lebih sebagai motivator, fasilitator
dan moderator bagi siswa. Untuk mengoptimalkan peran tersebut guru dapat
menerapkan pendekatan scaffolding dalam pembelajaran. Scaffolding berarti
pemberian sejumlah bantuan kepada siswa pada awal belajar dan mengurangi
bantuan tersebut serta membiarkan siswa untuk mengambil alih tanggung jawab
sendiri pada saat mereka dianggap mampu.
Adapun prosedur Pembelajaran Reciprocal Teaching menurut Nur dan Wikandari dalam
Triatno (2009: 175) dilakukan sebagai berikut:
1). Disediakan teks bacaan sesuai materi yang hendak diselesaikan.
2). Dijelaskan bahwa pada segmen pertama guru bertindak sebagai guru
(model).
3). Siswa diminta membaca dalam hati bagian materi yang ditetapkan.
4). Jika siswa telah menyelesaikan bagian pertama, dilakukan pemodelan
berikut ini:
(a). Menuliskan pertanyaan yang di perkirakaan akan di tanyakan guru.
(b). Guru memberikan kesempatan siswa untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Bila perlu mereka boleh
mengacu pada materi dengan kalimatnya sendiri.
(c). Merangkum pokok pikiran yang terdapat dalam subbab. Bila perlu
dapat menunjuk salah seorang siswa untuk membacakan rangkumanya.
(d). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memprediksikan hal yang
akan dibahas pada subbab berikutnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melalui
model pembelajaran Reciprocal
Teaching diharapkan siswa dapat
mengembangkan kemauan belajar mandiri, memiliki kemampuan untuk mengembangkan
pengetahuanya sendiri, dan guru cukup berperan sebagai fasilitator dan mediator
dalam pembelajaran. Menurut Paul B. Diedrich (dalam Rusyan, 1989: 138) menjelaskan
bahwa aktifitas belajar mandiri dapat
meliputi hal- hal berikut:
1. Visual
Activities, seperti memiliki kemampuan seperti
membaca, memperhatikan gambar, mengamati pekerjaan orang lain, dan sebagainya.
2. Oral
activities, seperti memiliki kemampuan menyatakan,
merumuskan, membuat pertanyaan dan sebagainya.
3. Listening
avtivities, siswa memiliki kemampuan seperti
mendengarkan uraian, diskusi dan sebagainya.
4. Writing
activities, aktivitas siswa seperti menulis soal,
menyusun laporan dan sebagainya.
5. Drawing
activities, adalah kegiatan seperti melukis,
menggambar, membuat grafik dan sebagainya.
6. Motor
activities, yakni aktivitas seperti melakukan
percobaan membuat model / konstruksi dan sebagainya.
7.
Emotional activities,
merupakan kegiatan seperti menaruh minat, memiliki ketenangan dan sebagainya
Menurut Paulina Pannen (dalam Amin
Suyitno, 2004: 36), melalui model pembelajaran berbalik ini, diharapkan siswa
dapat mengembangkan kemauan belajar mandiri, siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan kemampuannya sendiri dan guru cukup berperan sebagai fasilitator,
mediator dan manager dari proses pembelajaran.Reciprocal Teaching Model merupakan salah satu model
pembelajaran yang dilaksanakan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan cepat
melalui proses belajar mandiri dan siswa mampu menyajikan di depan kelas. Yang
diharapkan tujuan pembelajaran tersebut tercapai dan kemampuan siswa dalam
belajar mandiri dapat ditingkatkan.
Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran Reciprocal Teaching merupakan salah satu metode pembelajaran
yang menuntun siswa untuk belajar
mandiri, aktif dalam pembelajaran dan mampu menyajikan di depan kelas. Dan dengan Pembelajaran Reciprocal
Teaching diharapkan tujuan
pembelajaran dapat tercapai dan
kemampuan belajar mandiri siswa dapat ditingkatkan demi terwujudnya cita-cita
mulia pendidikan.
2.
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa
Setiap manusia
pada hakikatnya pasti selalu berfikir, namun tingkat keluasan berpikir akan
selalu berbeda. menurut Hamzah. B. Uno dan Nurdin (2011: 164) menjelaskan bahwa
berpikir kreatif berarti berusaha untuk menyelasaikan sesuatu permasalahan
dengan melibatkan segala tampakan dan fakta pengolahan data di otak.
Sedangkan
menurut Preisseisen dalam Eti Nurhayati (2011: 67) mengemukakan bahwa kecakapan
berpikir kreatif adalah keterampilan individu menggunakan proses berpikir untuk
menghasilkan gagasan baru yang konstruktif berdasarkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang rasional maupun presepsi-presepsi dan intuisi individu.
sedangkan menurut Munandar sebagaimana dikutip oleh Eti Nurhyati (2011: 82)
mengatakan berpikir kreatif adalah berpikir untuk menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap sesuatu masalah dengan penekanan pada ketepatgunaan dan
keragaman.
Adapun
proses berpikir kreatif dijelaskan oleh Munandar dalam Eti Nurhayati (2011:82)
sebaggai berikut :
1.
Kelancaran
Kelancaran sebagai kemampuan untuk :
(a) mencetuskan gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan. (b) memberikan
banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal,dan (c) selalu memikirkan
lebih dari satu jawaban.
2.
Keluwesan
Keluwesan sebagai kemampuan untuk :
(a) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang berfariasi, (b) dapat
melihat dari sudut pandang yang berbeda-beda ,(c) mencari banyak alternative
atau arah yang berbeda-beda dan (d) mampu mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran.
3.
Keaslian
Keaslian sebagai kemampuan untuk :
(a) melahirkan ungkapan yang baik dan unik, (b) memikirkan cara yang tidak
lazim untuk mengungkapkan diri dan (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang
tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur
4.
Keterperincian
Keterperincian sebagai kemampuan
untuk mengembangkan suatu gagasan,memerincinya sehingga menjadi menarik.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa berpikir kreatif menekankan pada kelancaran, keluesan,
keaslian, keterperincian dalam mengemukakan setiap gagasan dalam suatu
permasalahan.
Berpikir Kreatif tidak akan lahir
secara tiba-tiba tanpa adanya kemampuan dan rasa keingintahuan yang tinggi dan
diikuti dengan keterampilan dalam membaca. hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Porter dan Herna dalam Hamzah B. Uno dan Nurdin (2011:163) bahwa seorang
yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coca bertualang
serta intuitif.
Berdasarkan pemaparan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kemampuan untuk
mengendalikan diri dalam mencari alternatif yang memungkinkan untuk
mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimilikinya.
Label:reciprocal,teaching
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar