Selasa, 29 Oktober 2013

Matematika sebagai Teman


Suatu ketika Anda dibelikan mainan baru oleh orang tua Anda, apa yang akan terjadi kemudian? Saya yakin Anda tidak akan mau jauh-jauh dari mainan tersebut. Mengapa Anda bisa sebegitu dekat dengan mainan tersebut? Tentu hal ini karena Anda mengenal mainan itu sebagai alat yang menyenangkan, coba sebaliknya jika Anda mengenal mainan seperti hewan buas yang akan membunuh Anda, mana mungkin Anda berani menyentuhnya. Hal yang sama juga berlaku pada matematika, jika ia diperkenalkan sebagai monster, tentu tidak akan menarik minat siswa dalam mempelajarinya. Maka dari itu, cobalah memperkenalkan matematika sebagai sahabat yang baik hati, karena memang matematika telah berjasa di dalam kehidupan manusia.

Memperkenalkan matematika kepada siswa bukan hal yang sulit, asal cara mengenalkannya dengan metode yang menyenangkan. Apalagi anak-anak yang masih berada di jenjang pendidikan dasar, mereka cenderung menyukai suatu pelajaran justru karena gaya mengajar sang guru. Boleh jadi di kelas 4 sang murid menyukai pelajaran IPA karena gurunya baik, tapi begitu naik kelas terjadi pergantian guru dengan guru yang kejam, sang murid malah membenci pelajaran IPA. Itulah sebabnya lebih baik jika guru tidak usah mengatakan pelajaran matematika itu adalah center of knowledge dan mata pelajaran yang paling mulia. Karena dalam pandangan murid bisa-bisa matematika itu adalah pelajaran yang sombong, mana ada orang yang mau berkenalan dengan orang sombong? Jika pada perkenalan pertama sudah berkesan buruk, maka pada tahap selanjutnya yang muncul hanyalah permusuhan, bukan kecintaan.
Setelah anak-anak kenal baik dengan matematika, agar persahabatan tetap akrab, maka ajarkanlah agar para siswa jangan jaim (jaga image) di hadapan matematika. Inilah yang sering diungkapkan guru matematika favorit saya yaitu pak Irwan S.Pd.I. Maksudnya adalah setelah para murid akrab dengan matematika, mereka harus mau peduli pada matematika, dengan cara rajin mempelajarinya, sering mengerjakan soal-soal, dan tidak malu bertanya jika tidak paham.

0 komentar: